Sabtu, 01 September 2007

Belajar dari Seorang Ibu

Cinta Tumbuh dari Kekurangan

Dalam hidupnya Ibu Teresa selalu dekat dengan penderitaan manusia yang tersingkir dan terbuang. Ia merasakan pengalaman-pengalaman yang paling getir yang dirasakan dan dialami oleh mereka. Meski demikian, ia tetap percaya akan cinta Tuhan terhadap semua mahluk ciptaanNya. Ia tidak melihat semua penderitaan itu sebagai bentuk ketidakpedulian Tuhan terhadap ciptaanNya. Ia melihat penderitaan itu sebagai bagian dari drama abadi tentang hubungan manusia dengan Tuhan dan sesamanya. Penderitaan memberikan manusia kesempatan untuk secara kongkret dan sungguh-sungguh mencintai Tuhan dan sesama. Orang yang menyatakan diri mencintai Tuhan juga harus mewujudkan cintanya itu pada sesama, dua hal ini tak bisa dipisahkan. Dalam perjumpaan dengan orang-orang miskin dan terbuang inilah manusia benar-benar dapat mencintai Tuhan dan sesama secara kongkret.

Ibu Teresa ingin datang dan menawarkan sebuah nilai dasar yang seharusnya diwujudkan oleh setiap orang, yaitu kasih. Bagi Ibu Teresa kasih merupakan sumber dan dasar segala sesuatu. Ibu Teresa mengajak semua orang memulai gerakan budaya kasih dari keluarganya masing-masing. Di mana satu sama lain saling berbagi, saling bercerita dan mendengarkan dan saling melayani dengan cinta. "Kasih berawal dari senyum, kasih bermula dari rumah." ungkap Ibu Teresa.

Ibu Teresa melihat dengan mendalam apa yang sebenarnya menjadi penyebab hancurnya dunia, yaitu bila manusia tidak lagi memiliki cinta. Bagi mereka yang termiskin dari yang miskin, yang sesungguhnya dibutuhkan adalah cinta, perhatian dan penghargaan. Ketika ia merawat dan melayani orang-orang miskin dan sekarat dengan penuh cinta kasih dan perhatian, muncullah sinar kebahagiaan dari wajah mereka. Ketika mereka dicintai dan dihargai sebagai layaknya manusia, di situlah mereka menemukan kembali kebahagiaan mereka yang dirampas oleh keterasingan hidup mereka.

Cinta inilah yang memampukan manusia untuk terus bertahan hidup menghadapi berbagai macam tantangan yang tidak mudah untuk diselesaikan dalam hidup ini. Kemampuan manusia untuk merasakan dicintai dan mencintai inilah yang membuatnya mampu untuk berjuang dan mempertahankan hidupnya. Dalam hubungan cinta inilah orang satu dengan yang lainnya saling membuka diri, saling menerima sebagai pribadi yang unik. Itulah uniknya cinta, biarpun mereka saling menyerahkan diri mereka tetap berdikari dengan kemerdekaannya yang penuh dan justru karena mereka saling menyatukan diri, mereka mampu mewujudkan diri masing-masing.

Cinta Ibu Teresa yang tulus kepada orang-orang yang termiskin dari yang miskin inilah yang mampu menyatukan hidup dan merasakan penderitaan yang dialami oleh mereka yang menderita. Karena cinta, maka meskipun mereka hidup tanpa jaminan dan hanya mengandalkan penyelengaraan Ilahi, namun mereka tetap merasakan kebahagiaan. Curahan cinta itulah yang mampu mengubah hidupnya secara total, sehingga kebahagiaan memancar dari wajah mereka. Anda juga pasti bisa.

Haryanto SCJ
Email: haryscj@gmail.com

Artikel TerBaru

http://www.geocities.com/memey_aditya/RecentPostWidgets.txt

Bercita-Citalah...

Bismillah...

"Kalau kita memulai langkah dengan rasa takut, maka sebenarnya kita tidak pernah melangkah... " (A. H. Nayyar, ph. D, Presiden Pakistan Peace Coalition).

Tidak sedikit manusia yang tidak memiliki cita-cita, pesimis menjalani hidup, "pasrah" dalam menjalani dan menerima hidup. Tak sedikit pula manusia yang banyak bermimpi, berkhayal dan selalu berandai-andai tanpa usaha untuk mencapai apa yang diimpikannya.

Tidak semata-mata Allah SWT. Menciptakan manusia tanpa tujuan dan harapan. Ketika manusia mulai lahir dan menghirup hawa dunia, maka ketika itulah manusia harus siap menerima dan menunaikan amanah Allah di muka bumi ini. Dalam hidup ada mega proyek yang harus dicapai oleh manusia, teruslah mencoba untuk melangkah setahap demi setahap hingga akhirnya Allah memberikan kemenangan dan keberkahan tujuan kita. Ia adalah cita-cita.

Cita-cita merupakan energi dan motivasi, bukan obsesi tak terkendali. Ia merupakan perencanaan yang terorganisir dan tersusun rapih bukan khayalan menggunung, meluap dalam lautan hidup dan hanya sekedar buih. Ia adalah ruh yang dapat membangkitkan kemalasan menjadi kreatifitas, sikap pesimis menjadi optimis, kelemahan menjadi kekuatan. Ia adalah "motor" yang dapat mensinergiskan ikhtiar dan doa, ruh, jasad dan akal untuk senantiasa bekerjasama dalam mewujudkan tujuan.

Jangan takut untuk memiliki cita-cita, karena ia akan menggerakkan jasad untuk aktif dan enerjik, akal untuk kreatif dan inovatif, jiwa dan ruh untuk senantiasa dekat pada Rabbnya. Cita-citalah yang telah membuat seorang Imam Ahmad bertahan terhadap cambukan penguasa tirani dalam mempertahankan keyakinannya bahwa al-Qur`an itu bukan makhluk, cita-cita pula yang telah membuat seorang ibu melimpahkan kasih sayang terhadap anaknya, senantiasa memenuhinya dengan doa dan cinta.

Jangan takut untuk bercita-cita meski dalam keadaan sulit dan terhimpit, lemah dan tak berdaya. Tetap kuatkan dan bulatkan tekad dalam diri untuk mencapai cita-cita besar, yang akan bermuara pada samudera tawakkal. Adalah Rasulullah SAW. Dan kaum muslimin yang bersamanya, tetap memiliki cita-cita besar dan agung meski beliau dalam keadaan lemah dan sulit. Dalam peristiwa perang Khandaq, pasukan muslimin hanya berjumlah 3000 sedangkan pasukan kafir berjumlah 10. 000. Namun, keadaan itu tidak membuat pasukan muslimin lemah dan putus asa, malah sebaliknya, kelemahan dan kekurangan itu dapat menjadi kekuatan dan memicu kaum muslimin untuk berfikir kreatif. Akhirnya ide cemerlang muncul dari seorang Salman al-Farisi tentang strategi parit.

Bahkan disisi lain, ketika Rasulullah sedang membuat parit, beliau mengungkapkan cita-cita besarnya, hal ini diceritakan oleh al-Barra`. Ia Berkata, "Saat menggali parit, di beberapa tempat kami terhalang oleh tanah yang sangat keras dan tidak bisa digali dengan cangkul. Kami melaporkan hal ini kepada Rasulullah SAW. Beliau datang, mengambil cangkul dan bersabda, "Bismillah... ", kemudian menghantam tanah yang keras itu dengan sekali hantaman. Beliau bersabda, "Allah Maha Besar, aku diberi kunci-kunci Syam. Demi Allah aku benar-benar bisa melihat istana-istananya yang bercat merah saat ini. " Lalu beliau menghantam untuk yang kedua kalinya bagian tanah yang lain. Beliau bersabda lagi, "Allah Maha Besar, aku diberi tanah Persi. Demi Allah saat ini pun aku bisa melihat istana Mada`in yang bercat putih. " Kemudian beliau menghantam untuk yang ketiga kali dan bersabda, "Bismillah... ", maka hancurlah tanah dan batu yang masih menyisa. Kemudian beliau bersabda, "Allah Maha Besar, aku diberi kunci-kunci Yaman. Demi Allah dari tempatku ini aku bisa melihat pintu-pintu gerbang Shan`a.."

Meskipun cita-cita dan harapan Rasulullah SAW. Belum terealisasi ketika beliau masih hidup, namun cita-cita yang terungkapkan dan tervisualisasikan telah membakar semangat juang kaum muslimin dan endingnya ialah kaum muslimin memenangkan perang Khandaq dan cita-cita Rasulullah SAW. Terealisasi ketika masa kekhalifahan Umar bin Khatthab. Maha Besar Allah.

Saudaraku... Bercita-citalah....
Bercita-citalah menjadi hamba Allah yang ta`at dan "Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya... "

Bercita-citalah menjadi hamba Allah yang ikhlas, tawakkal dan sabar dalam menjalani setiap fase hidup....

Bercita-citalah menjadi seorang anak yang sholih, orang tua yang bijak dan adil, suami atau isteri yang memiliki limpahan kasih sayang pada setiap anggota keluarga, murid yang sholih dan penuh prestasi, guru yang dapat menjadi teladan bagi anak didiknya.

Bercita-citalah memiliki keluarga yang penuh kasih sayang, saling pengertian dan mengingatkan dalam kebaikan, dan senantiasa ada dalam suasana Islami.

Bercita-citalah menjadi karyawan yang jujur dan berprestasi, pempimpin yang adil dan penuh kasih terhadap bawahan, direktur yang rendah hati, senantiasa tawadhu` dan kona`ah.

Bercita-citalah memiliki ketenangan jiwa, keteguhan hati dan kepercayaan diri sehingga dapat dengan tulus mempercayai orang lain dan mendapat kepercayaan yang baik.

Bercita-citalah dibebaskan hati ini dari segala penyakit hati, iri, dengki, hasud, prasangka buruk, sombong, takabbur, bangga pada diri sendiri...

Bercita-citalah memiliki pekerjaan yang layak, hasil yang berkah serta menjadi seorang hartawan yang dermawan.
Bercita-citalah untuk masuk syurga dan terhindar dari api neraka....

Dan.pada akhirnya bercita-citalah agar Allah mengambilkan kita dalam keadaan yang baik. Khusnul khatimah...

"Kini jiwa ini merindukan syurga... " (Umar bin Abdul `Aziz)

Setitik hikmah dari samudera hikmah.

Wasanawati et yahoo dot com

EmailKu